Tata kelola perusahaan (good corporate governance/GCG) adalah salah satu kunci keberhasilan perusahaan. Kesadaran inilah yang mendorong manajemen PT Krakatau Tirta Industri (PT KTI) menyelenggarakan Inhouse Training Good Corporate Governance PT Krakatau Tirta Industri di Sapphire Meeting Room tanggal 17-19 Oktober 2018. Hadir dalam inhouse training tersebut Direktur Utama PT KTI Agus Nizar Vidiansyah, Direktur Keu, Perso, & Umum PT KTI Slamet Gunawan, jajaran kepala divisi/setingkat, dan anggota Tim Self Assessment GCG PT KTI dan Tim Pemenuhan Dokumen Assessment GCG PT KTI. Pelatihan tersebut mengundang Dinamika Pasifik Solusindo (DPS) sebagai lembaga pelaksana pelatihan.
Pada hari pertama yang fokus pada pengenalan dasar-dasar GCG, seusai pembacaan visi, misi, dan budaya perusahaan, Agus Nizar Vidiansyah berkesempatan menyampaikan sambutan. Dalam penyampaiannya beliau menekankan pada perlunya GCG dan budaya perusahaan sebagai penggerak inovasi sekaligus rambu pertumbuhan perusahaan. Sejak awal kami sebagai Direksi menekankan agar GCG dan budaya perusahaan tidak hanya menjadi jargon atau etalase, melainkan sebagai kebutuhan kita untuk mencapai kemajuan bersama. Oleh karena itu, budaya perusahaan bukan soal istilah atau singkatan apa yang cocok, melainkan nilai-nilai apa yang sesuai dengan karakter dan mendukung pencapaian visi misi kita ke depan, terang beliau saat menyampaikan asal-usul lahirnya budaya perusahaan yang baru, EQuIPOISE.
Slamet Gunawan yang juga ditetapkan sebagai Direktur Penanggung Jawab GCG PT KTI menyampaikan dalam sambutan beliau bahwa PT KTI berkomitmen penuh untuk melaksanakan GCG. Seperti disampaikan Pak Vidi, kami sama sekali tidak ada niat hanya mengejar skor. Buat kami GCG sebagai acuan agar perusahaan tidak terjebak pada praktik yang melanggar hukum. Oleh karena itu, kami mendukung adanya program pelatihan ini agar rekan-rekan Kadiv atau setingkat serta Tim Self Assessment GCG dan Tim PIC (Tim Pemenuhan Dokumen Assessment GCG PT KTI.pen) bisa membantu mensosialisasikan pelatihan kita ini kepada rekan-rekan yang lain, ujar beliau.
Paparan hari pertama disampaikan oleh Dr. Khomsiyah, MM., Ak., CA., FCMA., CGMA. Mentor yang juga komisaris di salah satu BPRS ini banyak memaparkan mengenai sejarah, konsep, hingga infrastruktur GCG. GCG timbul karena adanya kesadaran untuk melindungi kepentingan pemegang saham khususnya dari manajerial Direksi perusahaan. Oleh karena itu, GCG harus menjadi komitmen top leader yang disosialisasikan dan diinternalisasikan kepada seluruh stakeholders perusahaan, ujar beliau.
Pada inhouse training hari kedua dan ketiga banyak diisi dengan metodologi assessment GCG. Peserta inhouse training diperkaya khazanah pengetahuannya mengenai implementasi assessment GCG. Sepanjang pelatihan hari kedua dan ketiga, peserta dibimbing oleh Dr. Aristanti Widyaningsih, M.Si, CPMA selaku pemateri. Beliau banyak menekankan mengenai pentingnya obyektifitas dalam assessment GCG dan kesadaran berpikir mengenai tujuan assessement itu sendiri. Sekalipun yang menjadi obyek penilaian perusahaan kita, subyektifitas harus kita tekan. Dalam GCG harus dikedepankan semangat membangun conformance dalam praktik penerapan GCG dibandingkan sekedar compliance, terang. Beliau juga mendorong agar tidak pernah bosan melakukan sosialisasi dan internalisasi GCG kepada seluruh stakeholders perusahaan. Salah satu ketertinggalan Indonesia di sektor industri adalah tidak menekankan pentingnya sertifikasi GCG bagi calon anggota Dewan Komisaris dan calon anggota Direksi ketika akan menjabat. Hal ini berbeda dengan Thailand, ujar beliau. Dari beberapa kajian memang tidak ada kausalitas yang riil antara pencapaian kinerja perusahaan dengan tingkat penerapan GCG. GCG tidak untuk menjadikan kinerja perusahaan kita seketika meningkat. GCG bertujuan untuk meng-improve proses atau cara dan etika kita dalam meningkatkan kinerja perusahaan menjadi lebih baik sehingga diharapkan dengan proses yang semakin baik, maka capaian kinerja menjadi semakin baik, tekan beliau saat menjawab pertanyaan mengenai relasi antara skor GCG dan kinerja perusahaan.
Pada pelatihan hari ketiga, peserta inhouse training dipandu untuk belajar mengisi kertas kerja evaluasi assessment GCG. Pelatihan tersebut berjalan lancar dan menarik.
Persoalan Budaya
GCG itu masalah bagaimana kita berkomitmen menerapkannya. Soal budaya kerja kita, ujar Wiwid, begitu Dr. Aristanti Widyaningsih, M.Si, CPMA biasa dipanggil. Beliau banyak menyampaikan kelemahan penerapan GCG karena persepsi yang keliru. GCG selama ini hanya dipandang sebagai skor dan pencapaian KPI sehingga terjebak pada lingkaran setan pemenuhan klausul.Karena itu dalam beberapa kasus ada dokumen yang terpaksa dibuat untuk meng-upgrade skor. Itu hal yang salah sebenarnya, ujar beliau. Beliau menekankan bahwa peran besar penerapan GCG ada pada komitmen organ perusahaan, yaitu pemegang saham, dewan komisaris, dan direksi. Tentu melalui Sekretaris Perusahaan dan Sekretaris Dewan Komisaris kalau terkait FUK (faktor uji kesesuaian.pen) Direksi dan Dekom, ujar Wiwid. Keberadaan unit GCG dan perangkat pendukungnya hanya sebagai akselerasi. Tim GCG penting, namun pelaksanaan komitmen atas penerapan GCG oleh top management tidak kalah penting, tukas beliau. Diagendakan kegiatan self assessment PT KTI akan dilaksanakan di tahun depan dengan Assessment GCG dari PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. dan Group dijadwalkan triwulan I tahun 2019. Semoga pelatihan ini bisa menjadi picu bagi penerapan GCG yang lebih baik lagi. (Ar.As)